Aku masih terpaku
pada waktu, melihat
detik-detik jam di
tanganku. Ajaib bila
kita membicarakan jam
dan waktu, dimana
waktu berjalan searah
dengan jarum jam
dengan angka-angka dari
satu hingga duabelas
dan sama disetiap
harinya, begitu seterusnya.
Meskipun waktu hanya
mengikuti arah jarum
jam yang sama
disetiap harinya tapi
kita melewati hari
dengan sesuatu yang
berbeda dan ajaibnya
kita tidak bisa
memutar waktu sesuka
kita memutar jam
yang kita pakai.
Barangkali jika kita
mempunyai mesin waktu,
mesin yang bisa
membawa kita ke
masalalu dan bisa
melihat masadepan yang
nantinya belum tentu
bisa kita lihat.
Aku
membutuhkan mesin waktu
untuk pergi mengembara
ke masalalu, untuk
berada disuatu masa
yang ingin aku
rasakan kembali maupun
ingin aku perbaiki.
Kenapa Tuhan tak
menciptakan mesin waktu
di dunia ini?
Tapi jika ada,
mungkin banyak orang
yang mengantri untuk
bisa pergi ke masalalu ataupun
masadepan, dan mungkin
kata penyesalan takkan
pernah ada dalam
kamus umat manusia,
karena mereka bisa
sesuka hati kembali
ke masalalu untuk
memperbaikinya. Atau mungkin manusia
akan lupa pada Tuhannya
karena terlalu asik
mengembara dengan mesin
waktu dan mempermainkan
dunia. Mempermainkan dunia?,
bukankah manusia memang
senang mempermainkan dunia?,
mereka membolakbalikkan harga
diri seseorang yang
lebih rendah dearajatnya.
Tunggu, bukankah dimata
Tuhan derajat semua
manusia sama?, yang
membedakan hanyalah amal
dan perbuatan yang
akan menuntun kita
ke surga atau
neraka. Tapi, dibumi
kita ini sepertinya
banyak orang yang
lupa akan semua
itu, mereka yang
punya banyak harta,
jabatan, merekalah yang
berkuasa. Tak heran
bahwa orang pinggiran
hanya bisa bermimpi
dengan keterbatasan yang
dimiliki.
Setiap hari aku
mengamati bagaimana pagi
datang dan menelan
malam, bagaimana bulan
menghilang dan matahari menggantinya,
bagaimana embun mulai membasahi rerumputan
yang hijau, dan
bagaimana pagi berganti
siang, siang berganti
sore, sore berganti
malam dan malam
berganti pagi lagi,
begitu seterusnya. Setiap
hari aku melihat
orang-orang mulai keluar
dari zona aman,
sebagian anak-anak pergi
ke sekolah menuntut ilmu
dan sebagian mencari rupiah demi tercukupinya
kebutuhan mereka. Orang-orang
dewasa berangkat kerja,
ada yang mencari kerja, ada juga
yang hanya diam
saja, menunggu uang
datang dari langit
ataupun ada yang
membuangnya. Barangkalii..
Aku melihat fenomena
yang terjadi di
masyarakat perkotaan yang
beragam tapi sangat
membosankan. Apa aku mulai
bosan dengan kehidupan?,
benarkah aku memang
ingin pergi ke
suatu masa dimana
aku bisa merasakan
hal yang selalu ingin
aku rasakan kembali?.
Entahlah otakku terlalu
sering mengembara dalam
khayalan, aku dibuat
seakan melayang, berandai-andai terlalu
tinggi dan berakhir
dengan terjatuh dalam
kenyataan.
Aku sangat ingin
kembali di suatu
masa dimana aku bisa
bertemu dirinya, Ayahku
tercinta. Dahulu, aku adalah
gadis polos yang
tak tahu arti
kehidupan itu seperti
apa, aku hanya
tahu setiap hari
bermain dengan boneka
kecil yang dibelikan
ayah, lari-larian dengan
teman-teman yang sebaya
denganku, bermain petak
umpet ataupun congklak
dan kembali kerumah
ketika sudah puas
bermain. Aku mengira
hidup hanya akan
diisi dengan kesenangan,
dan ketika dewasa
kita bisa dengan
mudah menjadi apa
yang kita inginkan.
Aku pernah punya
cita-cita dan Ayahku lah
yang mengajarkannya. Beliau
pernah berkata tentang
cita-citanya, sederhana tetapi
itulah yang menjadi
semangatku untuk bisa
mencapai impianku. Beliau berkata, bahwa
cita-citanya hanya ingin
melihatku bahagia, meraih
cita-cita dan membuat
orangtua bangga, tentunya
berbakti pada kedua
orangtua.
Sekarang, aku tidak
tahu harus senang
atau sedih, aku
sudah menjadi seperti
yang beliau inginkan,
meraih cita-citaku, tetapi beliau
tidak bisa melihatku.
Sekali lagi, aku
ingin pergi ke
masalalu, membawa Ayahku
ke masa ini
untuk melihat anaknya
kini, aku ingin
membahagiakannya sebagai tanda
bahwa keringatnya kini
membuahkan hasil, aku
ingin memeluknya dan
berkata “Tetaplah disini
Ayahku, aku masih
haus akan bimbingan
darimu” ..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar