Senin, 15 Desember 2014

Catatan Tangan Kado Tertinggal



           Pagi ini masih seperti pagi-pagi sebelumnya Pah, tak ada yang berbeda sama seperti saat Papah pergi. Suara azan shubuh masih bisa ku dengar, matahari masih terbit dari sebelah timur, ketika ia muncul terlihat bintang fajar didekatnya, tapi lama-kelamaan bintang itu hilang tertutup sinar sang surya yang siap menyinari dunia. Oh ya aku jadi teringat cerita Hanoman sewaktu kecil, dia mengira matahari adalah buah yang bisa dimakan, dia terbang kearah matahari dan hendak memakannya. Dewa Indra melihat hal itu dan menjadi cemas dengan keselamatan matahari. Untuk mengantisipasinya, ia melemparkan petirnya ke arah Hanoman sehingga kera kecil itu jatuh dan menabrak gunung. Melihat hal itu, Dewa Bayu (ayahnya) menjadi marah dan berdiam diri. Akibat tindakannya, semua makhluk di bumi menjadi lemas. Para Dewa pun memohon kepada Bayu agar menyingkirkan kemarahannya. Dewa Bayu menghentikan kemarahannya dan Hanoman diberi hadiah, Dewa Brahma dan Dewa Indra memberi anugerah bahwa Hanoman akan kebal dari segala senjata, serta kematian akan datang hanya dengan kehendaknya sendiri. Maka dari itu, Hanoman menjadi makhluk yang abadi. Eh kenapa aku jadi mendongeng wayang, hhmm tapi aku memang suka dengan cerita masa kecil si kera putih suci itu Pah. Mari aku teruskan lagi tentang pagi, burung dan ayam bersahut-sahutan membangunkan orang, barangkali mereka saling berbincang ataupula menggosip, entahlah. Embun pagi masih setia membasahi, aku selalu suka embun, butir-butir air kecil senantiasa menempel dirumput-rumput liar, pepohonan, ia tidak memilah-milih untuk bisa menyegarkan tanaman, dengan ikhlas disetiap harinya hadir sebelum manusia membuka mata dan merasakan indahnya karunia Sang Pencipta. Setiap hari aku mengamati pagi, ini bukan karena aku rajin atau kurang kerjaan Pah, aku ingin mensyukuri apa yang telah Allah berikan, belajar mensyukuri dari hal yang paling sederhana bukankah itu yang selalu Papah ajarkan?,
Aku duduk diteras rumah sembari nyeruput susu coklat hangat dan membiarkan mataku terbuai dalam angan-angan, sering juga aku merenung, barangkali melamun, tak taulah yang pasti semua itu sering aku lakukan. Anak perempuan memang harus selalu bangun pagi, itu kodrat perempuan. Untuk sekedar membereskan rumah, menyapu halaman dan menyiapkan makanan, itu memang kodratnya perempuan. Sejujurnya mataku ini masih ingin terpejam Pah, tadi malam aku menonton wayang sampai setengah 3 pagi, tak terasa memang karena terlalu asyik terbuai dalam ceritanya. Cerita pewayangan memang lebih mengesankan dibanding sinetron atau apa itu drama korea yang sekarang digandrungi remaja, eh iya aku ini remaja tapi aku tidak suka drama korea. Teman-temanku tidak mengerti jika aku bercerita tentang wayang, mereka lebih kenal dengan Lee min hoo tapi tak kenal dengan Adipati Karna. Padahal, nama Presiden pertama kita diambil dari nama Karna, sewaktu Soekarno masih kecil dia sering sakit-sakitan dan digantilah namanya menjadi Karno, Karna dalam bahasa jawa berakhiran O jadi Karno, dan ditambahkan Soe oleh ayahnya jadi Soekarno. Siapa Adipati Karna?, dalam pewayangan dia adalah kakak dari pandawa lima, anak dari Dewa Surya dan Dewi Kunti yang bernasib tidak sebaik saudara-saudaranya. Dia adalah sosok yang baik, tidak terkalahkan dan memegang erat kebenaran, dia melihat janji dan sumpah sebagai sesuatu yang harus dipenuhi, tapi akhir hayatnya mati ditangan Arjuna, adiknya sendiri.
Tadi malam aku nonton Mahabharata versi India Pah. Memang banyak versi ceritanya, versi Jawa dan India berbeda, sama seperti cerita “Ramayana”. Tapi diantara banyak versi, versi Walmiki lah yang paling terkenal. Aku menikmatinya, nilai-nilai kehidupan lebih ditonjolkan dibanding agamanya dan aku suka. Papah ingat sewaktu aku kecil, Papah memberikan komik Ramayana dan Lahirnya Rahwana, Papah ingat ?, awalnya aku tidak berani baca Pah, melihat gambarnya saja tidak berani. Aku takut melihat gambar wayang, apalagi sosok Rahwana “dasamuka” si raksasa dengan wajah sepuluh dan tangan duapuluh ketika sedang marah, tapi Papah menceritakannya seperti mendongeng dan itu membuatku penasaran ingin membacanya langsung. Dirumah mbah juga ada gambar gunungan, mbah sendiri yang menggambarnya ditembok ruang tamu. Dan dikamar mbah ditembok tengah sebelah kiri ada gambar punokawan Semar dkk dan pandawa lima disebelah kanan yang dipisahkan gambar gunungan ditengah-tengah mereka, yang terkadang saat tengah malam aku melihat wayang-wayang itu bergerak seakan mereka bersalaman. Entah..
Oalah tidak terasa kalau ngantukku sudah hilang, mungkin karena aku terlalu asyik bercerita Pah, aku harap Papah memakluminya, anakmu ini selalu senang ketika bisa bercerita. Ya, sekarang aku memang tidak bisa melihat sosok Papah, tapi dengan aku bercerita aku yakin Papah mendengarnya, walaupun terkadang aku seperti orang gila berbicara sendiri, terkadang pula aku menulis surat untukmu, setelah itu aku lipat membentuk pesawat terbang lalu aku terbangkan, semoga sampai ke surga dan Papah membacanya. Aku tidak mengharapkan balasannya Pah, cukup Papah hadir dimimpi aku sudah senang, yaa hanya dimimpi bukan aku bisa bertemu denganmu? Bisa bercanda, terkadang Papah mengajakku ketempat yang belum pernah kita kunjungi sebelumnya, ahh rasanya aku ingin liburan bersama Papah walaupun hanya di dalam mimpi, itu sudah cukup. Oh ya, bagaimana kabar Papah?, hhmm terkadang aku bertanya-tanya apakah Papah kesepian disana? Tapi, aku percaya bahwa disurga lebih nikmat dibanding didunia, itu janji Allah pada umatnya yang senantiasa taat pada perintah-Nya dan itu berarti Papah tidak akan kesepian disana.
Pah, aku melihat kehidupan ini seperti cerita pewayangan, bukan karena adanya kehebatan yang dimiliki para tokoh wayang, bukan pula dengan peperangannya, bukan. Tapi tentang nilai-nilai kehidupan tepatnya. Dalam kehidupan yang nyata ini, manusia dihadapkan pada kebaikan dan keburukan. Kebaikan akan membawa kenikmatan yang kelak akan dirasakan, sebaliknya keburukan akan membawa kesengsaraan atas dampak dari perilaku buruknya itu, ya semua itu tergantung perilaku kita. Tapi, bagaimana jika seseorang yang baik tidak mendapatkan kenikmatan atas kebaikan yang ia lakukan selama hidupnya?, aku pernah  menanyakan ini kepadamu Pah, kau menjawab “semua akan ada balasannya dari Allah, jika seseorang yang baik tidak mendapat kenikmatan didunia, maka di surgalah dia mendapatkannya, Allah itu maha tahu maka tidak perlu kita ragu”. Dan sekarang aku mengerti Pah, jika sewaktu hidup Papah belum merasakan kenikmatan dari apa yang Papah tanam, maka disurgalah Papah menikmati Panennya. Cukuplah lelah dan separuh hidupmu berjuang untuk mendidik anak-anakmu, aku tahu saat Papah menghembuskan nafas terkahir yang diiringi 2 kalimat syahadat, disitulah rasa lelahmu telah mencapai puncak. Tapi, kelak rasa lelah dan perjuanganmu akan kami hapus dengan tercapainya cita-cita dan menjadi yang Papah inginkan. Sesungguhnya Pah, kau telah berhasil mendidik anak-anakmu dan meninggalkan warisan yang sangat berharga, bukan harta bukan pula tahta, tapi ini lebih dari segalanya yaitu pelajaran hidup. Aku akan selalu ingat semua yang kau katakan Pah, semua pengalamanmu kau ceritakan untuk kami jadikan pelajaran, kau tentu sudah mengalami hitam putihnya hidup ini dan kau berharap anak-anakmu ini bisa berhasil suatu hari nanti, bisa membanggakan orangtuanya. Seseorang pernah bilang padaku bahwa apa yang aku lakukan didunia akan berdampak pada Papah disana, dan yang Papah butuhkan sekarang adalah do’a dari isteri dan anak-anaknya.
Kini, hampir 2 tahun aku tidak melihatmu, memang tidak pernah bisa melihatmu lagi Pah. Tahukah Pah, terkadang aku merasa iri pada oranglain, bukan karena iri dengan kekayaan yang mereka miliki, bukan pula pada kecantikan mereka apalagi iri dengan mereka yang punya pacar, tidak Pah tidak samasekali. Aku hanya iri melihat mereka yang masih memiliki orangtua yang lengkap, yang masih bisa memeluknya setiap saat, mencium tangannya dan memohon do’a ketika hendak berangkat, bercerita dan bisa melihat anaknya meraih cita-cita, ohh betapa beruntungnya mereka Pah. Aku terkadang heran pada orang yang sering melawan orangtuanya, mungkin mereka tidak pernah membayangkan jika sudah tidak mempunyai Ayah atau Ibu atau keduanya, pernahkah mereka membayangkannya?, terkadang seseorang sadar jika sudah kehilangan bukan?.
Tapi Pah, seperti kata Pram "Hidup ini bukan pasar malam. Di tengah pesta kehidupan, kita tidak berbondong-bondong pulang. Satu per satu kita datang, satu per satu kita berjalan dan menjelajah, satu per satu kita menciptakan kisah kita masing-masing, hingga tiba saatnya nanti, satu per satu kita mengakhiri jalan ini - pulang". Kaupun begitu Pah, kau sudah lelah menjelajah hidup ini dan kini saatnya kau beristirahat ditempat yang abadi di Surga Ilahi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar