Aku berada pada lingkaran yang tak berujung yang dinamakan menunggu, aku
tidak bisa berhenti ditengahnya karena aku terlanjur menikmatinya. Aku sampai
lupa sudah berapa lama aku terdiam pada hati yang masih menunggu ketidakpastian
itu, waktu terasa mencurangi aku untuk hal yang sia-sia, tapi sekali lagi entah
mengapa aku menikmatinya. Aku menikmati segala rasa rindu yang hadir disetiap
aku menghela nafas, aku menikmati rasa yang tak terbalas, aku menikmati cinta
yang mungkin sudah tak ada pada dirinya, aku terlanjur menikmati itu semua
sampai aku lupa memikirkan seberapa lelah hatiku ini. Ya, aku sendiri terjebak
diantara menunggu atau meninggalkan, aku sudah tidak bisa memilih diantara
keduanya, bagiku menunggu atau meninggalkan sama-sama menyakitkan.
Dia bilang aku tidak harus menunggunya karena itu sama saja membiarkan
hatiku hancur secara perlahan, entah sekarang atau nanti kami akan menemukan
cinta yang baru yang mungkin akan lebih baik dari cinta yang sebelumnya, karena
saat kami memutuskan untuk berpisah pasti ada oranglain yang akan mengisi rasa
yang telah pergi, tapi entah mengapa rasa itu masih betah tinggal didalam hati
bahkan rasa itu telah berkembangbiak menguasai setiap celah yang ada pada hatiku
ini. Aku tidak bisa memaksakan rasa yang lain hadir didalam hati, aku tidak
bisa mengusir dan memang tidak sanggup mengusir rasa yang telah lama tinggal.
Harus ku akui ini adalah hal yang bodoh dan tidak masuk akal, tapi memang cinta
pakai akal ?, cinta itu pakai hati dan yang namanya sudah lari ke hati, logika pun
tidak sanggup memahami.
Setiap malam aku pandang bintang dan bulan yang ada dikamar, sekali waktu
aku membeli bungkusan bintang-bintang dan bulan yang dijual dipinggir jalan.
Harganya sekitar sepuluh ribuan satu bungkusnya, aku membeli keduanya.
Bintang-bintang dan bulan itu menyerap cahaya pada saat siang hari dan cahaya
lampu yang menyala didekatnya, aku sengaja menempelkan dekat dengan lampu
diatap kamar, aku sebar bintang-bintang dan bulan hingga penuh pada atap kamar.
Ketika ingin tidur, aku biasa mematikan lampu dan itulah saat-saat yang aku
tunggu, melihat bintang-bintangku menerang dan ada bulan diantara tebaran
bintang. Aku memiliki bintang dan bulan sendiri, tapi sayang cahaya yang mampu
mereka serap punya batasan, cahaya bintang dan bulanku tidak bertahan lama, tak
sampai waktu shubuh tiba cahaya itu sudah mulai meredup dan aku harus menunggu
malam selanjutnya jika ingin melihatnya. Terkadang aku berpikir, apakah seperti
itu cintamu?, menerang diawal memberi keindahan yang menakjubkan tapi cepat
redup karena kehabisan energi cahayanya. Berlalunya waktu, bintang-bintangku lepas
dari atapnya, satu persatu mereka jatuh ke lantai, malamku pun hanya ditemani
beberapa bintang tapi masih ada bulan, aku masih menikmatinya dan masih menanti
malam selanjutnya. Bergulirnya waktu, bulanku pun jatuh, tidurku tak ditemani
bulan tapi masih ada beberapa bintang diatap kamarku, aku masih menikmatinya.
Sampai suatu hari ketika aku pulang dihari yang melelahkan, aku membuka kamar
dan menemukan sisa bintangku sudah ada di lantai, kini tak ada bintang dan tak
ada bulan yang bisa aku nikmati ketika ingin tidur. Seperti itukah cintamu ?,
aku rangkai kembali, aku tempel kembali bintang-bintang dan bulanku tapi tidak
pada posisi semulanya, aku lupa dimana letak bintang-bintang dan bulanku yang
dulu. Begitukah cinta kita ?, walaupun aku sudah merangkai semua rasa tapi
tetap tak bisa mengembalikan hubungan kita yang dahulu, aku tidak bisa
memaksakan sesuatu yang tidak engkau inginkan lagi, yang tidak sanggup aku
miliki, aku tidak bisa memaksakan semua kembali seperti dulu.
Bintang-bintang dan bulanku tak seperti dulu lagi saat aku membelinya,
lama-kelamaan cahaya yang mampu mereka serap hanya sedikit dan hanya beberapa
jam mereka menerang. Aku bisa saja membeli bintang-bintang dan bulan yang baru
lalu menikmati cahayanya, tapi jika aku membeli lagi bagaimana dengan
bintang-bintang dan bulanku sekarang?, aku buang?, tidak. Aku tidak bisa begitu
saja membuang mereka, cahaya mereka jadi seperti sekarang karena aku, mereka
yang menemani setiap malamku dan untuk memberikan keindahan diatap kamarku
mereka rela cahayanya meredup. Begitulah cintaku, aku tidak sanggup melupakan
rasa ini, dia sudah memberikan keindahan yang nyata untukku dan untuk
menggantinya dengan oranglain rasanya tidak sanggup. Walaupun nantinya dia pun
memiliki cinta yang baru, belum tentu aku bisa melupakan rasa ini, aku tidak
ingin menyombongkan diri untuk rasa yang tidak berarti, aku tidak ingin bilang
“lihat saja, nanti kau akan tahu siapa yang benar-benar mencintaimu”, bagaimana
bila cinta yang baru memang benar-benar mencintainya?,
Sekarang, atap kamarku masih dihiasi bintang-bintang
dan bulan yang dulu, walaupun cepat meredup tapi aku menikmatinya, cahayanya
tetap sama hanya waktu redupnya yang berbeda. Sekarang, biarlah rasa ini tetap
tinggal karena aku terlanjur menikmatinya, aku terlanjur berada pada lingkaran
dan tidak bisa berhenti ditengahnya, karena jika aku berhenti semua rasa yang
selama ini aku jaga akan sia-sia, tapi jika aku tetap berjalan dilingkaran maka
menungguku pun ini tidak ada ujungnya. Menunggu dan meninggalkan, sama-sama
menyakitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar