Analisis Karakteristik Busur Api Listrik Tegangan Rendah
pada Hubung Singkat Langsung melalui Sinkronisasi Penginderaan Termal Bunga Api
dan Arus Hubung Singkat
Abstrak
Salah satu bahaya yang bisa timbul
akibat penggunaan listrik adalah gangguan hubung singkat yang bisa menimbulkan
busur api listrik dan memicu terjadinya kebakaran. Kasus kebakaran yang
disebabkan oleh hubung singkat listrik pada tegangan rendah meningkat setiap
tahun. Pada beberapa kasus, kebakaran pada instalasi tegangan rendah disebabkan
oleh adanya gangguan hubung singkat yang tidak menyebabkan putusnya fuse
pengaman atau breaker yang diawali dengan munculnya busur api listrik. Dalam
eksperimen ini akan dilakukan simulasi kejadian hubung singkat pada kabel
serabut tegangan rendah ukuran 1.5mm2, dengan variasi jumlah serabut yang
mengalami kontak. Ketika busur api listrik terjadi, arus dan tegangan busur api
akan direkam. Selain itu, dalam waktu yang sama, proses terjadinya busur api
listrik akan direkam melalui kamera termal. Hasil sinkronisasi ini akan
dianalisa, sehingga dapat menghasilkan suhu maksimum busur api, data luas busur
api, waktu peluruhan suhu busur api, arus maksimum ketika terjadi busur api,
dan durasi terjadinya gangguan hubung singkat.
I. PENDAHULUAN
Penggunaan listrik merupakan
kebutuhan utama dalam kehidupan manusia, baik pada sektor rumah tangga,
penerangan, komunikasi, industri dan lain sebagainya. Salah satu bahaya akibat
penggunaan listrik adalah bahaya kebakaran akibat hubung singkat atau sering
disebut korsleting. Dibutuhkan sistem keamanan yang lebih handal dalam
penggunaan listrik yang besar untuk mengurangi resiko terjadinya kebakaran.
Kasus kebakaran yang diakibatkan hubung singkat setiap tahunnya meningkat.
Hubung singkat adalah proses terjadinya kontak antara dua titik yang memiliki
beda potensial yang mengakibatkan melonjaknya arus listrik yang menyebabkan
kenaikan suhu secara drastis pada konduktor. Dapat dikatakan bahwa gangguan
hubung singkat pada sistem tegangan rendah yang menimbulkan busur api listrik
sering kali tidak terdeteksi oleh sekring pengaman atau MCB. Hal ini dapat
terjadi pada kabel atau konduktor tegangan rendah yang mengalami kerusakan
isolasi karena pemanasan, penuaan, ataupun karena gangguan eksternal lain
seperti dimakan binatang pengerat.
Tujuan dari eksperimen ini adalah
untuk mengetahui karakteristik busur api listrik yang menyebabkan letupan bunga
api yang menyebar ke segala arah. Metode yang digunakan dalam studi ini, yang
pertama adalah melakukan studi literatur dan persiapan data mengenai analisis
karakteristik busur api listrik tegangan rendah pada hubung singkat
langsung. Kemudian langkah selanjutnya
adalah melakukan eksperimen busur api listrik. Ketika busur api listrik
terjadi, data arus, tegangan dan citra bergerak dari bunga api akan direkam.
Setelah melakukan eksperimen, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pengolahan data hasil eksperimen. Pada pengolahan data, data arus-tegangan, dan
suhu akan disinkronisasikan dengan data citra termal bunga api. Kemudian
langkah terakhir adalah hasil dari pengolahan data dianalisis karakteristiknya
dengan mempertimbangkan pengaruh jumlah serabut konduktor kabel.
II. KARAKTERISTIK BUSUR API LISTRIK
Percikan, intensitas panas yang
tinggi, dan partikel pembakaran dihasilkan dari proses terjadinya arc
flash, hubung singkat diikuti oleh
percikan listrik karena nilai yang cukup dan udara disekitar menjadi
konduktif akibat ionisasi yang terjaga
dengan baik selanjutnya akan menimbulkan busur api listrik [1].
Menurut NFPA arc flash merupakan
sebuah pelepasan energi termal dan cahaya oleh penguapan dan ionisasi dari
sebuah material, yang dapat mencapai suhu sampai 35.000°F [2]. Jika arc flash
terpapar pada kulit akan menimbulkan bahaya yaitu luka bakar. Arc flash akan
lebih berbahaya jika kontak dengan bahan yang dapat menimbulkan ledakan yang
mengancam nyawa disekitarnya.
Peralatan listrik yang sering
mengalami kerusakan isolasi adalah kabel. Kabel memiliki potensi terjadinya
busur api listrik pada tegangan rendah, karena gangguan impedansi tinggi yang
tidak dapat dideteksi oleh perangkat pengaman, dapat terjadi akibat pengaruh
media saluran maupun media hubung singkat. Setiap jenis kabel memiliki
spesifikasi Kuat Hantar Arus (KHA) yaitu arus nominal yang dapat dihantarkan
pada kabel. Spesifikasi KHA pada kabel juga bergantung pada luas penampang
kabel. Kabel serabut 1.5 mm2 memiliki KHA nominal sebesar 10A. Artinya, kabel
1.5 mm2 mampu menghantarkan arus sampai dengan 10A [3].
Kasus kebakaran yang terjadi karena
adanya hubung singkat yang diikuti dengan peristiwa busur api listrik dalam
kurun waktu 2011 sampai dengan 2015, lebih dari 65% [4]. Umumnya kebakaran
terjadi di pemukiman padat penduduk yang rentan terjadi korsleting listrik
(hubung singkat listrik) karena instalasi listrik yang cenderung tertata tidak
rapi dan kemungkinan terjadi hubung singkat sangat tinggi [5]. Dalam beberapa
kasus hubung singkat, arus hubung singkat ternyata tidak menimbulkan putusnya
fuse atau terbukanya breaker. Smoak dan Keeth [6] melakukan eksperimen hubung
singkat pada trafo 50 kVA dan 167 kVA dengan rating tegangan 240V
Pada saat busur api listrik
berlangsung, akan mengalir arus yang tinggi dan mengandung unsur noise (10 kHz
- 1 GHz) [7]. Arus yang tinggi menyebabkan tegangan menurun saat busur api
listrik terjadi. Ketika gangguan yang terjadi hubung singkat tanpa busur api
listrik, karakteristik intermittent pada arus tidak ada. Nilai tegangan turun
pada saat terjadi busur api listrik dan terdapat sedikit cacat pada tegangannya
[8]. Selanjutnya, arus yang nilainya besar akan menyebabkan frekuensi
terjadinya busur api listrik lebih banyak sehingga total energi yang dikonsumsi
akan semakin lebih besar [9].
Sumber potensi penyebab kebakaran
secara umum yaitu peralatan listrik yang tidak memenuhi syarat keamanan (PUIL),
pembebanan lebih, tegangan melebihi kapasitas. Ada tiga unsur yang menyebabkan
terbentuknya api yaitu oksigen, panas, dan bahan bakar [10]. Bahan bakar cair
yang memiliki titik nyala dibawah 78°F (22,8°C) dan memiliki titik bakar pada
atau diatas 100°F (37,8°C) diantaranya aseton, benzena, dan bensin [11].
Kamera termal memiliki sensor yang
berfungsi untuk menangkap pancaran atau pantulan radiasi termal dari objek.
Gambar termal yang dihasilkan oleh kamera ini disebut sebagai thermograms,
dimana setiap piksel gambar sesuai dengan nilai digital dan sebanding dengan
jumlah energi yang diterima [12].
III. EKSPERIMEN BUSUR API LISTRIK
TEGANGAN RENDAH
A. Eksperimen
Perancangan alat eksperimen busur
api listrik secara paralel ini bertujuan untuk mensimulasikan fenomena
terjadinya busur api listrik secara langsung. Skema rangkaian eksperimen
ditunjukkan oleh Gambar 1
Gambar 1. Skema alat eksperimen busur api listrik pada
tegangan rendah
Rangkaian eksperimen busur api
listrik terdiri dari hardware dan software. Hardware yang digunakan adalah
sekering otomatis (fuse) 6A, fuse box, current transformer (CT) 200/5 A, kabel
tembaga serabut 1 fasa ukuran penampang 1,5 mm2 (NYMHY 2x1,5mm2), beban
resistif berupa lampu 100 watt sebanyak 10 buah, chamber kamera yang terbuat
dari akrilik, Fluke Ti 125 sebagai perekam citra termal bunga api, NI 9246
sebagai perekam arus, dan NI 9223 sebagai perekam tegangan dengan bantuan
sensor tegangan Verivolt Entube DE-HB. Sedangkan software yang mendukung alat
eksperimen ini adalah software LabVIEW yang telah disinkronkan dengan fitur DAQ
Assist, untuk human interface. Pengolahan Data
Arus dan tegangan arcing pada saat
fenomena busur api listrik terjadi, akan diolah menggunakan software penunjang
DIAdem. Citra termal bergerak bunga api akan diolah menggunakan VLC Frame
Extractor, sehingga didapatkan data scene tiap framenya. Sinkronisasi citra
termal bunga api dan arus hubung singkat akan diolah menggunakan Microsoft
Power Point. Pengolahan data bertujuan untuk memperoleh karakteristik busur api
berupa nilai arus maksimum, fault duration, maximum temperature arc flash,
temperature decay period, dan luas busur api atau arc flash area.
IV. HASIL DAN ANALISIS
A.
Perekam Data Arus, Tegangan, Suhu dan Citra bergerak bunga api
Pada eksperimen kamera termal fluke
Ti125 digunakan sebagai perekam fenomenal busur api listrik yang menghasilkan
produk berupa kilatan cahaya (flash) dengan intensitas yang tinggi, percikan
api (spark), dan lelehan serabut konduktor yang menyebar ke segala arah akibat
ekspansi tekanan udara yang besar dalam waktu yang singkat. Mode perekaman
menggunakan IR (infrared) minimum, karena mode ini memperlihatkan gambar real
dan termal dari suatu objek. Proses terjadinya busur api listrik yang terekam
oleh kamera termal mulai dari kontak (a), flash (b), dan spark & debris (c)
ditunjukkan oleh Gambar 3.
Gambar 2. Proses terjadinya busur api listrik yang
terekam oleh kamera termal, ketika terjadi kontak (a), flash (b), dan debris
(c)
B. Analisis
Karakteristik
Analisis karakteristik busur api
listrik pada tegangan rendah meliputi analisis beberapa parameter seperti suhu
maksimum busur api, luas dari busur api, waktu peluruhan suhu busur api, arus,
tegangan, durasi dan citra termal dari busur api listrik yang terjadi. Citra
termal yang didapatkan pada eksperimen busur api listrik merupakan konten utama
dalam eksperimen ini. Dari kumpulan citra statik ini, akan diketahui bagaimana
bentuk sinyal arus, tegangan, dan suhu ketika kejadian hubung singkat
berlangsung mulai dari kontak, flash, sparking, sampai lelehnya kabel
konduktor.
1.
Arc Flash Maximum Temperature
Arc flash maximum temperature
merupakan suhu maksimum dari busur api ketika fault terjadi. Apabila terjadi
perubahan suhu yang sangat cepat, maka kamera termal akan mengalami proses
calibrating. Proses calibrating pada kamera termal merupakan proses penyesuaian
suhu yang terekam pada kamera termal sesuai dengan suhu ruang, emisivitas, dan
suhu dari suatu objek yang diukur. Untuk mempermudah penyajian dalam bentuk
grafik, suhu yang bernilai >85°C diasumsikan bernilai 100°C. Tabel 1 data
arc flash maximum temperature.
Tabel 1.
Data arc flash maximum temperature yang terekam selama eksperimen
Percobaan ke-
|
1 serabut
|
3 serabut
|
6 serabut
|
12 serabut
|
24 serabut
|
1
|
69.8°C
|
54.7°C
|
65.3°C
|
56.4°C
|
75.9°C
|
2
|
67.3°C
|
>85.0°C (100°C)
|
84.6°C
|
>85.0°C (100°C)
|
>85°C
(100°C)
|
3
|
68.2°C
|
63.0°C
|
62.9°C
|
78.8°C
|
49.2°C
|
4
|
63.3°C
|
46.9°C
|
>85°C
(100°C)
|
54.6°C
|
65.0°C
|
5
|
53.3°C
|
50.2°C
|
>85°C
(100°C)
|
>85.0
(100°C)
|
>85°C
(100°C)
|
Dari Tabel 1, dapat diamati ternyata
variasi jumlah serabut memiliki pengaruh terhadap nilai arc flash maximum
temperature. Semakin banyak jumlah serabut yang mengalami kontak, maka semakin
besar nilai arc flash maximum temperature. Nilai suhu maksimum pada 6, 12, dan
24 serabut hampir linier.
2.
Arc Flash Area
Hubung singkat menghasilkan busur
api yang memiliki luas dan bentuk yang berbeda-beda. Pada eksperimen ini
variasi jumlah serabut mempengaruhi luas dari busur api yang terekam pada
kamera termal. Luas dari busur api ini disebut arc flash area. Cara yang
digunakan dalam pengukuran luas busur api sama seperti menghitung luas suatu
daerah pada peta. Karena bentuk dari busur api menyerupai daerah atau pulau
pada peta. Penentuan luas busur api dengan menggunakan angka 1 dan 1/2 yang
nantinya diisi pada kotak yang telah dibuat secara manual berukuran 1mm2.
Maksud dari penggunaan angka 1 dan 1/2 adalah jika daerah busur api memenuhi
satu kotak penuh template yang telah dibuat, maka diberikan angka 1. Jika
daerah busur api hanya memenuhi setengah dari kotak, maka diberikan angka 1/2.
Selanjutnya dihitung luas total daerah 1 dan luas total daerah 1/2, maka akan
didapatkan total dari luas busur api setelah menjumlahkan luas daerah bernilai
1 dan luas daerah bernilai 1/2. Data arc flash area pada eksperimen ditunjukkan
pada Tabel 2.
Tabel 2.
Data arc flash area
yang terekam selama eksperimen
Percobaan Ke-
|
1 serabut
|
3 serabut
|
6 serabut
|
12 serabut
|
24 serabut
|
1
|
630 mm2
|
800 mm2
|
1330 mm2
|
221 mm2
|
268 mm2
|
2
|
443 mm2
|
644 mm2
|
1360 mm2
|
435 mm2
|
154 mm2
|
3
|
502 mm2
|
538 mm2
|
528 mm2
|
112 mm2
|
418 mm2
|
4
|
247 mm2
|
632 mm2
|
1189 mm2
|
300 mm2
|
257 mm2
|
5
|
410 mm2
|
556 mm2
|
1224 mm2
|
228 mm2
|
804 mm2
|
Dari Tabel 2, dapat diamati ternyata
variasi jumlah serabut memiliki pengaruh terhadap nilai arc flash area. Pada
jumlah serabut sedikit 1, 3, dan 6 serabut, nilai arc flash area semakin besar.
Sedangkan pada jumlah serabut banyak 12 dan 24 serabut, nilai arc flash area
bertambah kecil.
3.
Temperature Decay Period
Temperature decay period merupakan
waktu yang dibutuhkan suhu maksimum dari busur api untuk meluruhsampai kontak
antar serabut berakhir. Karena suhu yang tinggi berpotensi menyebabkan api dan
kebakaran. Pada temperature decay period, nilai suhu yang digunakan sebagai
threshold sebesar 50°C. Nilai titik bakar (fire point) dari bahan bakar cair
seperti bensin, kerosin, dan sebagainya berkisar 50°C. Menurut NFPA dan Peraturan
Khusus EE bahan yang mempunyai titik nyala (flash point) kurang dari 55°C
celcius merupakan bahan yang mudah terbakar atau memiliki resiko tinggi. Tabel
3 menunjukkan nilai arc ignition current yang terjadi ketika kabel mengalami
kontak. Nilai arus yang tertera memiliki satuan ampere.
Tabel 3.
Data temperature decay period pada eksperimen
Percobaan ke-
|
1 serabut
|
3 serabut
|
6 serabut
|
12 serabut
|
24 serabut
|
1
|
2.5 ms
|
5.9 ms
|
12 ms
|
>10 s
|
>10s
|
2
|
2.8 ms
|
7.5 ms
|
14.2 ms
|
>10 s
|
5.28 s
|
3
|
2.8 ms
|
6.8 ms
|
2.9 ms
|
6.025 s
|
>10s
|
4
|
2.7 ms
|
n/a*
|
78.2 ms
|
>10 s
|
7.026 s
|
5
|
1.6 ms
|
0.3 ms
|
190 ms
|
6.5 s
|
>10 s
|
*) tidak mengalami temperature decay period
4.
Arus Maksimum
Arus maksimum merupakan arus
tertinggi yang terjadi ketika hubung singkat atau fault. Dengan menggunakan
DIAdem untuk menentukan arus maksimum digunakan fitur max absolute coordinate
dan min absolute coordinate. Grafik sinyal arus pada DIAdem memiliki koordinat
X dan Y dengan menggunakan max absolute coordinate dan min absolute coordinate
maka secara otomatis akan menemukan arus tertinggi pada grafik sinyal arus arc.
Penentuan arus maksimum dapat juga menggunakan crosshair cursor, namun cara
menggunakannya secara manual. Gambar 4.10 menunjukkan grafik arus maksimum
menggunakan max absolute coordinate dan min absolute coordinate. Data arus
maksimum yang terekam pada saat eksperimen ditunjukkan pada Tabel 4.
Gambar 3. Grafik arus maksimum menggunakan max &
min absolute coordinate
Tabel 4.
Data arus maksimum yang terekam selama eksperimen
Percobaan ke-
|
1 serabut
|
3 serabut
|
6 serabut
|
12 serabut
|
24 serabut
|
1
|
103.97
|
114.97
|
116.12
|
127.78
|
128.45
|
2
|
113.99
|
111.69
|
115.26
|
125.60
|
115.32
|
3
|
104.90
|
111.75
|
115.87
|
126.38
|
126.94
|
4
|
104.57
|
125.10
|
114.49
|
126.81
|
126.30
|
5
|
114.30
|
115.01
|
115.17
|
127.46
|
126.90
|
5.
Fault Duration
Dari hasil eksperimen serabut dengan
jumlah yang sedikit memiliki fault duration yang singkat rata- rata 6,49
milisekon. Sedangkan hasil eksperimen dengan jumlah serabut yang banyak
memiliki rata-rata fault duration lebih dari 1,5 sekon. Tabel 5 menunjukkan
fault duration selama eksperimen berlangsung.
Tabel 5.
Data durasi fault pada eksperimen
Percobaan Ke-
|
1 serabut
|
3 serabut
|
6 serabut
|
12 serabut
|
24 serabut
|
1
|
5 ms
|
8.2 ms
|
20 ms
|
1,250.40 ms
|
> 10 s*
|
2
|
6.6 ms
|
10 ms
|
20.3 ms
|
486.22 ms
|
157.5 ms
|
3
|
9.8 ms
|
7.8 ms
|
6.8 ms
|
563.02 ms
|
> 10 s*
|
4
|
8.1 ms
|
17 ms
|
60 ms
|
2594.12 ms*
|
> 10 s*
|
5
|
5 ms
|
5.1 ms
|
174.2 ms
|
1552.20 ms*
|
168.9 ms
|
*) fuse mengalami trip
6.
Fuse Trip
Selama proses pengambilan data, pada
eksperimen dengan jumlah serabut yang banyak sempat mengalami fuse trip.
Serabut dengan jumlah 12 mengalami trip dua kali yaitu pada percobaan ke-4 dan
ke-5. Sedangkan serabut dengan jumlah 24 mengalami trip sebanyak 3 kali yaitu
pada percobaan ke-1, percobaan ke-3, dan percobaan ke-4. Serabut dengan jumlah
12 pada percobaan ke-4 dan ke-5 rata-rata memiliki fault duration lebih dari
satu detik yaitu sebesar 2.073,16 detik. Serabut dengan jumlah 24 pada percobaan
ke-1, 3, dan 4 ratarata memiliki fault duration lebih dari 10 detik. Secara
umum perangkat pengaman yang digunakan seperti sekering otomatis akan mengalami
trip ketika fault duration lebih dari 1,5 detik. Tabel 6 menunjukkan data
eksperimen yang mengalami fuse trip Tabel 6.
Data fuse trip pada eksperimen
Percobaan ke-
|
1 serabut
|
3 serabut
|
6 serabut
|
12 serabut
|
24 serabut
|
1
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
2
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
3
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
4
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
5
|
Tidak
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
Tidak
|
7.Sinkronisasi
data
Untuk sinkronisasi data, dari citra
statik yang didapatkan dari pengolahan menggunakan scene filter selanjutnya
akan disesuaikan oleh grafik arus dan tegangan. Dalam tampilan antar muka
nantinya akan diketahui bagaimana citra termal pada saat kontak, flash, dan
debris. Dengan menggunakan band cursor dapat diketahui daerah toleransi saat
terjadinya kontak sampai fault selesai. Hasil sinkronisasi data saat terjadi
flash ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 4. Hasil sinkronisasi data saat terjadi flash
V. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat
diambil dari eksperimen dan analisis fenomena busur api listrik tegangan rendah
pada kasus hubung singkat langsung melalui sinkronisasi penginderaan termal
bunga api dan arus hubung singkat adalah sebagai berikut:
1. Variasi jumlah serabut pada eksperimen menunjukkan
bahwa banyaknya serabut berpengaruh terhadap suhu maksimum dari busur api. Dari
hasil eksperimen, suhu maksimum busur api dengan jumlah 1 serabut sebesar 69,8°C sedangkan dengan jumlah 3, 6,
12, dan 24 serabut sebesar >85°C dengan asumsi >85°C (100°C).
2. Variasi jumlah serabut mempengaruhi ukuran luas dari
busur api. Pada serabut 1, 3, dan 6, kontak antar serabut dapat maksimal karena
jarak antar serabut renggang sehingga busur api yang terjadi maksimal.
Sedangkan pada 12 dan 24 serabut, serabut semakin rapat sehingga busur api yang
terjadi belum maksimal dan tertutupi oleh busur api yang lain. Dari hasil
eksperimen, serabut dengan jumlah sedikit menghasilkan luas busur api yang
besar sedangkan jumlah serabut banyak menghasilkan luas busur api kecil.
Rata-rata ukuran luas busur api pada tiap serabut 1,3, dan 6 sebesar 446,4 mm2,
634 mm2, dan 1126,2 mm2 sedangkan pada 12 dan 24 serabut sebesar 259,2 mm2 dan 380,2 mm2.
3. Banyaknya serabut yang mengalami kontak mempengaruhi
terjadinya temperature decay period. Dari hasil ekperimen, rata-rata pada 1 serabut 2,48 milisekon, 3 serabut 4,1
milisekon, 6 serabut 59,46 milisekon, 12 serabut 8505 milisekon, dan 24 serabut
8572 milisekon. Jumlah serabut banyak menyebabkan temperature decay period
menjadi lebih lama dan memiliki potensi kebakaran sangat besar, karena suhu
disekitar kabel menjadi lebih panas. Pada saat fault berakhir ternyata suhu
pada jumlah serabut banyak semakin meningkat.
4. Variasi jumlah serabut berpengaruh terhadap nilai arus
maksimum. Dari hasil eksperimen arus maksimum dengan jumlah 1 serabut sebesar
113,99 A, 3 serabut sebesar 115,01 A, 6 serabut sebesar 116,12 A, 12 serabut
sebesar 127,78 A, 24 serabut sebesar 128,45 A. Arus yang besar ketika terjadi
hubung singkat yang melewati satu serabut menyebabkan serabut melebur dengan
cepat yang efeknya mempengaruhi durasi fault, begitu juga sebaliknya.
Akibatnya, suhu meningkat dan meyebabkan melelehnya isolasi pada kabel.
5. Banyaknya jumlah serabut mempengaruhi fault duration.
Dari hasil eksperimen, fault duration pada 1 serabut 9,8 milisekon, 3 serabut
17 milisekon, 6 serabut 174,2 milisekon, 12 serabut 2594,12 milisekon, dan 24
serabut 7,2 sekon. Busur api listrik dengan jumlah serabut sedikit menyebabkan
meleburnya serabut secara cepat, sehingga fault duration menjadi singkat. Pada
busur api listrik dengan jumlah serabut yang banyak, dimungkinkan serabut
mengalami kontak kemudian menempel, sehingga durasi hubung singkat lebih lama,
dan mengakibatkan fuse mengalami trip.
6. Respon dari pengaman instalasi tegangan rendah
menunjukkan bahwa fuse otomatis mengalami trip dengan waktu > 1,5 detik,
sehingga menyebabkan fault duration berlangsung lama.
Daftar Pustaka
[1] K.Mishra, A.Routray, and
A. K. Pradhan, “Detection of Arcing in
Low
Voltage Distribution
Systems”,
IEEE Region 10 Colloquium and the Third International Conference on Industrial
and Information Systems 2008, pp. 1-3.
[2] National Fire Protection
Association, “NFPA 70E: Standard for
Electrical Safety in the Workplace”, NFPA 2004.
[3] Badan Standarisasi
Nasional. 2000. Persyaratan Umum
Instalasi
Listrik. Jakarta. BSN.
[4] Berdasarkan data Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) periode Agustus 2011-2015.
[5] J.M. Martel, M.
Anheuser, and F. Berger, “A Study of
Arcing Fault in The Low-Voltage Electrical Installation”, IEEE 2010, pp.
1-11.
[6] Albert M. Smoak, P.E.,
Adam J. Keeth, “An Investigation of Low
Voltage Arc Flash Exposure”, IEEE 2013, pp. 183-185.
[7] G. Artale, A.
Cataliotti, V. Cosentino, and G. Privitera, “Experimental Characterization Of Series Arc Faults In AC And DC
Electrical Circuits”, 2014, pp. 1015–1020.
[8] N. K. Medora and A.
Kusko, “Arcing Faults In Low And Medium
Voltage Electrical Systems - Why Do They Persist?”, 2011, pp. 1–6.
[9] E. Carvou, N. Ben Jemaa,
S. Tian, Z. Belhaja, and B. Jusselin, “Electrical
Arc Characterization For Ac-Arc Fault Applications”, 2009, pp. 22–27.
[10] Lilley G. David, Lilley
& Associates, “Fire Causes and
Ignition”, IEEE 1996, pp. 85-87.
[11] National Fire Protection
Association, “NFPA Classification of
Flammable and Combustible Liquids”, NFPA 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar